PENDAHULUAN
Aparatur Negara merupakan unsur utama sumber
daya manusia yang mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk dapat membentuk sosok
aparatur pemerintah yang baik, dalam rangka untuk meningkatkan kinerja pegawai,
maka salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan (diklat). Diklat adalah suatu keharusan dari suatu organisasi
birokrasi dan merupakan bagian dari upaya pengembangan sumber daya manusia sekaligus
sebagai salah satu solusi untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu
organisasi. Diklat pada instansi pemerintah, tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan jabatan
Aparatur Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk melaksanakan tugas PNS,
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap
untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian
dan etika Aparatur Negara sesuai dengan kebutuhan instansi.
Meskipun upaya-upaya diklat telah
dilaksanakan, namun hal ini belum memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan
yang diharapkan, karena banyak yang menganggap setelah mengikuti diklat
ternyata tidak selalu berdampak kepada jabatan maupun risiko mereka di
lingkungan organisasinya. Hal ini disebabkan kurangnya pemerataan untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan, salah satu hambatannya
karena kurangnya anggaran, materi diklat yang diadakan tidak sesuai dengan
bidang pekerjaannya, sehingga untuk melaksanakan pekerjaannya, pegawai menjadi
sulit untuk mengimplementasikan hasil pendidikan dan pelatihan yang
didapatkannya. Selain pendidikan dan pelatihan pegawai, untuk dapat mencapai
suksesnya pencapaian tujuan organisasi, pengembangan karir juga merupakan salah
satu yang harus diusahakan dalam mencapai kinerja pegawai. Pengembangan karir
merupakan salah satu tugas manajemen sumber daya manusia sebagaimana umumnya
bahwa tujuan setiap organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, akan
dapat tercapai dengan baik apabila pegawai dapat menjalankan tugas-tugasnya
dengan efektif dan efisien. Pengembangan karir merupakan suatu proses di mana
seorang pegawai menginginkan peningkatan dalam pekerjaannya, mencakup pada
peningkatan jabatan.
PEMBAHASAN
Pendidikan
dan Pelatihan memiliki peran strategis untuk meningkatkan kualitas SDM
aparatur, yaitu SDM aparatur yang profesional baik memiliki kompetensi, sikap
dan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tugas dan peranan dalam jabatan
tertentu. Birokrasi pemerintah kurang optimal dalam menjalankan peran sehingga
memicu bangsa indonesia jatuh dalam kubangan multikrisis yang berkepanjangan.
Sedangkan kurang optimalnya birokrasi dalam menjalankan perannya diakibatkan
sikap dan perilaku aparatur pemerintah yang cenderung melakukan korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN).
Meskipun sikap dan perilaku KKN aparatur pemerintah itu bekerja sama
dengan pihak lain (masyarakat), namun demikian karena aparatur pemerintah yang
seharusnya lebih dapat dikendalikan, maka ada sesuatu yang salah (kurang
efektif) dalam manajemen SDM aparatur pemerintah terutama dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan (diklat).
Beberapa hasil penelitian dan
fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa kurikulum, program, dan materi
pelajaran baik diklat pimpinan, fungsional, dan teknis lebih menonjolkan ranah
kognitif dan psikomotorik ketimbang ranah afektif. Akibatnya diklat banyak
menghasilkan orang pintar, tetapi belum tentu menunjang tinggi nilai-nilai kejujuran
dan keadilan. Belum tergarapnya ranah afektif ini, maka dalam hal pembinaan
moral dan etika serta internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai pemerintahan
yang baik. Karena itu perlu dipikirkan untuk meningkatkan proporsi ranah
afektif dalam penyelenggaraan diklat.
Permasalahan yang kedua yang
sering mencuat dalam penyelenggaraan diklat adalah maslaah kompetensi lulusan
peserta diklat yang tidak sesuai kebutuhan masyarakat dan dinamika lingkungan.
Hal ini disebabkan lulusan diklat memiliki kreativitas yang rendah, pengetahuan
dan ketrampilan yang dimiliki tidak mampu mengatasi tantangan zaman serta tidak
mampu memanfaatkan peluang yang ada, padahal birokrasi pemerintah Indonesia
terutama aparaturnya harus memiliki kreativitas yang tinggi dalam menghadapi
lingkungan global yang ditandai dengan hiperkompetisi dan tuntutan pelayanan.
Permasalahan ketiga adalah
setiap penyelenggaraan diklat harus memiliki standar dan kriteria kompetisi
yang jelas dan dapat terukur sesuai dengan tujuan penyelenggaraan diklat dan
hasil belajar. Penyeleksian peserta diklat yang didasarkan pada prestasi masa
lalu dan test kemampuan masih bersifat umum. Secara faktual maupun teoritis
menunjukkan bahwa pemimpin merupakan faktor utama untuk mendayagunakan sumber
daya organisasi dan lingkungannya untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
Untuk itu seleksi calon peserta
diklat khususnya kepemimpinan harus menguji kemampuan intelegensia dan
kecerdasan emosional aparatur birokrasi pemerintah serta menguji apakah calon
peserta diklat memiliki sense of good governance terutama menyeleksi kemampuan
dan kecerdasan emosional dalam menduduki dan menjalankan tugas pada jabatan
baru.
Permasalahan keempat adalah
penempatan aparatur pemerintah setelah mengikuti diklat. Jumlah eselon relatif
lebih kecil ketimbang pegawai yang telah mengikuti diklat. Hal ini perlu
mendapat perhatian dari segenap pihak agar aparatur yang telah mengikuti diklat
memberikan kontribusi kepada peran dan fungsi birokrasi pemerintah.
Permasalahan lain kompetensi
yang dihadapi diklat widyaiswara yang secara kontinu masih perlu ditingkatkan
terutama berkaintan dengan pengaruh lingkungan global yang berubah sangat cepat
dan penyelenggaraan otonomi untuk daerah
kota atau kabupaten. Kedua hal diatas mewajibkan badan atau lembaga
penyelenggara diklat harus mampu meningkatkan kompetensi widyaiswara
Penyelenggaraan diklat bagi
karyawan merupakan salah satu upaya penting dalam rangka meningkatkan
kompetensi dan kualitas sumber daya daya aparatur. Selain itu diklat dapat
meningkatakan kinerja organisasi dan prestasi kerja secara efektif yang sesuai
dengan kebutuhan pemakai baik lembaga instansi maupun masyarakat.
Disamping peserta diklat,
widyaiswara sebagai fasilitator proses belajar mengajar merupakan komponen
utama dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan diklat. Oleh karena
itu widyaiswara harus dapat menjalankan secara
profesionalisme. Lantas kompetensi apa yang harus dimiliki seorang widyaiswara?
Widyaiswara harus menguasai ilmu yang menjadi pegangan mata kuliahnya
sekaligus menguasai dan mampu
menggunakan metode – metode mengajar.
Sebagai
seorang profesional, widyaiswara harus memiliki kesadaran akan tugas dan
perannya sebagai seorang fasilitator yang mampu membantu peserta diklat
meningkatkan daya serap, daya internalisasi, daya sosialisasi; perencana proses
belajar-mengajar; motivator yang mampu menciptakan suasana segar dan merangsang
sehingga semangat pserta diklat untuk belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar